Seni Musik Bernuansa Islami di Era Millenial

by Fifi SHN
0 comment

Pertama kalinya saya mengikuti Meeting Forum Musisi – Ulama dengan terselenggaranya Halaqah Seni dan Budaya Islam yang bertemakan “Seni Musik Sebagai Wahana Dakwah di Era Millenial”. Lokasi di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jl. Proklamasi, Jakarta Pusat, pada hari Rabu, 31 Oktober 2018.

Selain menambah banyak pengalaman, bisa menambah kawan juga. Pengalaman ini tentunya sangat berharga. Tema yang dibahas kali ini pun juga membuat saya tertarik untuk mendengarkannya.

Oke, langsung saja saya menceritakan hasil menyimak saya di acara Meeting tersebut mengenai “Seni Musik Sebagai Wahana Dakwah di Era Millenial”.
Cekidot………

• Bapak Habiburrahman El-Shirazy, 
Ketua Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam majelis Ulama Indonesia (MUI)
Beliau mengatakan bahwa seni musik sangat dekat dengan manusia. Apabila ada bayi yang baru lahir, biasanya seorang ibu menyanyikan lagu anak ataupun shalawatan.

Jangankan bayi yang baru lahir, saya saja yang sudah mulai beranjak dewasa ini ketika mengalami stress, galau, sedih, langsung mendengarkan musik karena bisa menjadi penyelamat suasana hati. Ketika saya memahami lirik dan pesan yang ingin disampaikan dalam musik bisa meningkatkan perasaan saya jadi bahagia.

Tapi beliau menyatakan bahwa saat ini seni musik sangat urgent untuk menjadi salah satu wasilah dakwah di kehidupan manusia untuk kedepannya karena seni musik ini sangat universal sehingga bisa masuk ke semua kalangan dan bisa diterima.

Saat dahulu kala, seni budaya islami sangat memasyarakat. Tiba-tiba sekarang mulai Inqiroh yang dalam bahasa Arab yang artinya punah.

“Kita harus bersama-sama menghidupkan kembali seni budaya Islami yang ada di nusantara ini. Dengan diadakan acara Halaqah ini yaitu kita menciptakan suasana budaya kesenian yang perlu nuansa kebaikan bagi umat.” Ujar Bapak Habiburrahman El-Shirazy.

Menurut beliau, acara Halaqah ini diadakan yaitu bagaimana kita bersama-sama untuk menghadirkan satu budaya yang positif di tengah-tengah kita yaitu budaya musik dan menciptakan budaya yang islami di tengah-tengah masyarakat.

 

• Kemudian dilanjutkan oleh Bapak KH Drs. Zainut Tauhid, Wakil Ketua Umum MUI
Beliau mengatakan Meeting Forum Musisi – Ulama ini menjadi bagian penting dalam pengembangan peran dan pengabdian ulama dalam bidang dakwah dan pembinaan umat serta pengembangan umat di masa yang akan datang.

Mengenai seni musik dalam islam di masa lalu pada dahulu kalau sekitar abad ke-9 Masehi.

Ada seorang Raja Syiriah pernah menggelar sebuah pertunjukan musik di istananya yang menghadirkan para musisi ternama untuk menghibur tamu dan undangan di istananya.

Diantara para tamu itu ada seorang tokoh yang tidak dikenal sebagai musisi namun wajahnya menampakkan ketidakpuasan dengan tampilan para musisi saat itu. Lalu mereka izin kepada Raja. Setelah mendapat izin, mereka maju ke depan dan menampilkan kebolehannya.

Mereka pun memulai memainkan alat musiknya, sontak para tamu pun dibuat terbuai olehnya. Ia mainkan sebuah komposisi musik, saat itu langsung semua para hadirin tertawa. Kemudian Ia mengubah komposisi musiknya, tiba-tiba menangislah semua orang yang ada disitu. Lalu, Ia mengubah komposisi musik nya, semua orang yang ada disitu menjadi menangis. Yang terakhir, Ia mengubah lagi kompisisi musiknya dan para hadirin tertidur pulas.

Kecerdasan dan kelihaiannya benar-benar menghipnotis semua warga dan tamu undangan yang datang dengan alunan musiknya.

Kalian tau gak siapa tokoh tersebut?

Beliau adalah Abu Nasir Muhammad Ibn Al Farakh Al Farabi. Ia bukan hanya seorang yang pandai bermain akal, Ia juga terkenal sebagai filsuf, dan seorang musisi yang handal.

Al Farabi, Seorang Filsuf Islam
(Dok Foto: Wikipedia)


Ia bahkan seorang penemu not musik. Penemuan not musik tersebut dijabarkan oleh Al Farakh dalam karyanya yaitu “Al Musiqa Al Kabir (The Great Book Of Music. Sampai sekarang menjadi rujukan utama para musisi klasik di Barat. Ilmu dasar musik tercantum dalam karya fenomenalnya tersebut.

Bagi Al Farabi, musik dapat membuat suasana menjadi tenang dan mampu mengendalikan emosi. Ia pun meneliti musik sebagai terapi penyakit psikologis. Al Faris kemudian menciptakan prinsip-prinsip filosofis tentang musik baik kualitas kosmik dan pengaruhnya. Ia juga menangani akal dan terapi musik serta mendapati adanya efek terapi dari musiknya itu.

“Diakui atau tidak, musik adalah bahasa jiwa yang alunannya mampu menembus relung hati setiap insan/setiap manusia dan dapat dirasakan kelembutannya dengan fungsi serta peran musik yang sedemikian besar pengaruhnya tersebut.” Ujar Bapak KH Drs. Zainut Tauhid.

Musik dapat dijadikan sebagai media dakwah terutama di era generasi millenial sekarang ini. Bagaimana pun juga tantangan dakwah sekarang ini sudah berbeda dengan era dari sebelumnya.

Dahulu dakwah hanya dilakukan dari podium ke podium dan bertatap muka dengan masyarakat disekitar kita. Kalau sekarang melalui smartphone kita sudah bisa berdakwah sehingga mampu menjangkau ribuan audiens melalui dunia cyber. Jangkauan audiens pun tidak hanya di dalam negri namun bisa sampai ke luar negeri.

Bapak KH Drs. Zainut Tauhid mengatakan kalau sekarang generasi millenial itu sangat terbuka dengan tempologi. Mereka terkoneksi satu dengan yang lain melalui smartphonenya. Dengan begitu, mereka bisa mengemas fitur-fitur terbaru yang ditawarkan di media sosial.

Musik bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan dakwah. Kita bisa berdakwah di era millenial dengan membutuhkan kemampuan kita mengemas konten visual secara menarik untuk tujuan agar dakwah kita bisa menjadi favorit generasi millenial dalam akses beragam hiburan di channel Youtube yaitu melalui musik.

Contohnya sebuah grup musik gambus seperti Sabyan.
Teman-teman tau kan yang vokalisnya namanya Nissa Sabyan itu?
Ya asal kalian tau, sebelumnya tidak terkenal tiba-tiba menjadi viral dan mendadak menjadi sangat terkenal. Viewernya pun dari dalam negeri sampai ke luar negeri, bukan hanya ribuan tapi sampai jutaan.

Menurut Bapak KH Drs. Zainut Tauhid, bahkan ada seorang non muslim juga mengikuti musik yang dialunkan oleh Sabyan sampai meneteskan air mata padahal dia tidak tahu arti dari lirik yang dinyanyikan.

Melihat antusiasme seni musik yang bisa diterima diberbagai kalangan, kita perlu memikirkan bagaimana antara para ulama dan para musisi berkolaborasi bisa lebih banyak memproduksi konten musik yang bernuansa dakwah sehingga mampu menjadi penyeimbang dengan banyaknya musik lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah islam.

• Bapak Erick Yusuf sebagai moderator, mantan vocalis band rocker menjadi pendakwah
Al Farabi menjadi salah satu barometer yang jadi seniman musik di seluruh dunia.

Beliau membuat “Solmisasi” yaitu Do Re Mi Fa So La Si Do yang sebenarnya dari huruf hijaiyah yaitu ض ر م ف ص ل س yang merupakan rujukan dari Al Farabi dari karya “Al Musiqa Al Kabir (The Great Book Of Music).

Ketika para wali masuk ke Indonesia juga dengan pendekatan dakwah seni budaya. Contohnya yaitu Sunan Kalijaga yang telah membuat lagu “Ilir-ilir” dan “Tombo Ati” yang dipopulerkan Opick. Itu yang membuat kita sadar bahwa yang namanya dakwah tidak terlepas dari seni budaya khususnya musik.

Yang penting bagi saya, selama kita mendengarkan seni musik bernuansa Islami, kenapa tidak?
Imam Syafi’i seperti dikutip oleh Al-Ghazali menyatakan bahwa tidak ada seorangpun dari para ulama Hijaz yang membenci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik yang bertentangan dengan hukum syariah ????

Baiklah sekian dulu tulisan dari saya. Terima kasih sudah membaca tulisan saya. Semoga bermanfaat ????

 

You may also like

Leave a Comment