Berbicara tentang perempuan itu tidak ada habisnya, bahkan sangat menarik untuk dibahas.
Ya karena perempuan itu adalah sosok yang unik.
Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap. Masyarakat masih mempunyai pola pikir mengenai peran perempuan yang seharusnya bekerja di dapur, kasur, serta menjaga anak.
Laki-laki yang lebih diprioritaskan dari pada perempuan sehingga persepsi mengenai kesetaraan gender telah menghalangi peran perempuan dalam kehidupan sosial.
Perempuan dikenal dengan kelembutannya, tapi bukan berarti lemah. Beberapa perempuan di zaman sekarang ini sudah bisa mengerjakan apa yang dikerjakan laki – laki.
Meskipun begitu, perempuan dan laki-laki mempunyai kodrat dan gender masing-masing yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Sesuatu yang sifatnya permanen dan tidak bisa diubah.
Perempuan mempunyai empat kodrat yaitu haid, hamil, melahirkan, dan menyusui. Sedangkan laki-laki kodratnya adalah membuahi.
Mengenai konsepsi gender, umumnya budaya di Indonesia masih menerapkan budaya patriarki. Ada peran-peran gender yang disematkan oleh masyarakat kepada laki-laki dan perempuan.
Contohnya yaitu perempuan harus di rumah, menjaga anak, mencuci, dan memasak. Laki-laki pun yang harus mencari uang.
Konsepsi gender bisa diubah, tergantung komitmen yang dibuat bersama.
Menurut Dr. Sri Danti Anwar, Pakar Gender, dalam acara “VIVA TALK PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU, PEREMPUAN DI ERA DIGITAL” mengatakan bahwa 91 tahun yang lalu perempuan tidak boleh bersekolah dan tidak boleh bekerja.
Tetapi dengan adanya perubahan kesetaraan gender, maka konsepsi sosial budaya berbeda.
Zaman sekarang sudah banyak perempuan yang sudah bersekolah sampai dengan perguruan tinggi. Bahkan kemudian bekerja seperti layaknya laki-laki.
“Walaupun masih ada ketimpangan gender, tapi sudah mulai berubah. Tinggal bagaimana antara pasangan perempuan dan laki-laki bisa bermusyawarah dan membuat kesepakatan. Dalam konstitusi perempuan pun sudah jelas pada pasal 27 UUD 1945 yang berbunyi : Setiap warga negara punya hak yang sama untuk mendapatkan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.”. Ujar Dr. Sri Danti Anwar, Pakar Gender.

Pemaparan oleh Dr. Sri Danti Anwar, Pakar Gender, Mengenai Perbedaan Gender. (Dok. Foto Pribadi)
Dr. Sri Danti Anwar melanjutkan, jika terjadi pandangan umum dengan terjadinya perbedaan gender di lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, berikan pemahaman edukasi dengan menggandeng tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh organisasi potensi, media atau blogger yang mempunyai pemahaman yang sama.
Selain mendukung perempuan maju baik secara ekonomi maupun pekerjaan, ada baiknya memberikan dukungan juga kepada laki-laki.
“laki-laki dan perempuan harus mempunyai kesamaan terkait dengan haknya. Kalau laki-laki maupun perempuan bisa berdaya, sebagai pasangan harus saling men-support tetapi dengan kesepakatan.” Tutur Eko Bambang Subiantoro, Chief Of Research at Polmark dan Aliansi Laki-laki Baru.

Pemaparan Oleh Bambang Subiantoro, Chief Of Research at Polmark dan Aliansi Laki-laki Baru. (Dok. Foto: Pribadi)
Eko Bambang Subiantoro mengatakan bahwa kebijakan pemerintah harus melindungi gravitas perempuan dalam hal teknologi digital.
Misalnya perempuan takut untuk berdiskusi dan main secara digital (medsos) yang harus dilindungi seperti kekerasan terhadap perempuan dalam hal ketikadilan gender. Hal itu diperlukan supaya perempuan bisa aktif untuk berteknologi informasi.
Sementara itu, hadir juga Diajeng Lestari, Founder HijUP. Beliau menambahkan bahwa perempuan bisa mewujudkan impiannya di era digital ini.Perempuan dapat memberdayakan diri dalam hal mengembangkan bisnis. Perempuan pun bisa produktif.

Pemaparan Oleh Diajeng Lestari, Founder HijUP, Mengenai Perempuan Itu Bisa Produktif. (Dok. Foto Pribadi)
Perempuan yang cerdas akan mampu mengelola yang menjadi potensi dirinya. Dengan ketangguhannya, bisa bekerja banting tulang dan menyeimbangkan pekerjaan serta keluarganya.
Perempuan pun bisa survive karena adanya pihak lain seperti pasangannya maupun keluarga yang mampu memotivasi untuk bangkit dan membangun jati dirinya menjadi perempuan berdaya.
Menjadi perempuan memang tidak lah mudah karena menghadapi stigma serta anggapan tidak berdaya. Padahal, perempuan memiliki kekuatan dan tidak melemahkan. Perempuan itu bisa berdaya 🧕🏻