Mengenal Penyakit Kusta dan Inklusif Disabilitas

by Fifi SHN
11 comments

Apa kabar kawan-kawan.
Selamat beraktivitas ya untuk kamu yang menjalani hari ini dengan ikhlas dan semangat 🤍

Nah, saya mau sharing nih mengenai acara yang saya ikuti pada hari Senin, 31 Mei 2021, yaitu Talkshow Ruang Publik “Geliat Pemberantasan Kusta dan Pembangunan Inklusif Disabilitas” melalui Live Youtube di Chanel Berita KBR.

Acara dipandu oleh kak Inest Nirmala (Host KBR) dengan narasumber Bapak Komarudin, S.Sos.M.Kes. (Wakil Supervisor Kusta Kab Bone Sulsel), Bapak DR. Rohman Budijanto SH MH (Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP Lembaga Nirlaba Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah) dan didukung NLR Indonesia dan berita KBR.

NLR Indonesia adalah organisasi yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta.

(Sumber Foto: NLR Indonesia Twitter)

 

Sedangkan, KBR atau sering disebut Kantor Berita Radio KBR merupakan lembaga kantor penyedia berita radio independen pertama di Indonesia.

(Sumber Foto: Wikipedia)


Mengenal Kusta atau Lepra

Apa itu Kusta? menurut Alodokter adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, serta saluran pernapasan.

Kusta dapat ditandai dengan rasa lemah atau mati tasa di tungkai dan kaki, kemudian diikuti timbulnya lesi pada kulit. Salah satu penyebabnya adalah infeksi bakteri yang dapat menyebar melalui percikan ludah atau dahak yang keluar saat batuk atau bersin.

Di Indonesia sendiri Kusta merupakan salah satu penyakit yang masih banyak ditemukan hingga saat ini. Bahkan termasuk negara dengan peringkat ketiga total kasus kusta terbesar.

Saat mendengar penyakit Kusta, kalian pasti terbayang hal-hal yang mengerikan dan menakutkan. Kusta seringkali dipandang penyakit yang mudah menular sehingga masyarakat merasa ketakutan akan penularannya. Hal ini karena melihat dampak kusta secara fisik yaitu cacat atau kerusakan tubuh yang nampak mengerikan.

(Sumber Foto: Dinkes.bulelengkab.go.id)

Penderita Kusta seringkali dikucilkan atau diasingkan agar tidak menularkan kepada siapapun. Stigma buruk masyarakat tentang penyakit kusta ini memojokkan penderitanya, entah itu dari orang terdekat seperti keluarga, kerabat maupun tetangga sekitar sehingga pelan-pelan mulai meninggalkan si penderita Kusta. Kasihan ya.

Namun di sisi lain masih ada orang baik, dimana keluarganya setia mendampingi si penderita Kusta dan teman-temannya pun masih berkawan baik dengannya.

Dari situlah, minimnya pengetahuan masyarakat tentang kusta bisa berdampak terhadap orang yang mengalami kusta sehingga masyarakat cenderung jijik, takut dan ngeri lalu memutuskan untuk menjauh. Padahal sudah ada penanggulangan Kusta.


Penanggulangan Kusta di Daerah

Program yang dilakukan sebagai upaya untuk memberantas Kusta di masa Pandemi Covid-19, diakui oleh bapak Komarudin, S.Sos.M.Kes, Wakil Supervisor (Wasor) Kusta Kab Bone, Provinsi Sulawesi Selatan ini, sudah berjalan selama ini.

Tugas Wasor ini semacam pendampingan terlatih masyarakat untuk edukasi dan monitoring kasus Kusta. Antara lain adalah pemberian obat pencegahan Kusta atau yang disebut dengan kemoprifilaksis, melakukan pemeriksaan kepada penderita Kusta baik sementara yang berobat maupun yang sudah berobat, melakukan survey pemeriksaan anak sekolah dan kampanye eliminasi Kusta di desa-desa, dan dilaksanakannya pemberdayaan kader bidan dan tenaga kesehatan lainnya.

Menurut bapak Komarudin, S.Sos.M.Kes. bahwa dalam temuan kasus Kusta baru jika di Kab. Bone pada tahun 2019 dan tahun 2020 terjadi penurunan, dari 195 kasus di tahun 2019 menjadi 140 kasus di tahun 2020, yaitu sekitar 55 orang per 28 persen.

Prevalensi Kusta di Kab. Bone jika di tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya sebelum Pandemi Covid-19 mengalami stagnan 20 tahun terakhir dengan rata-rata 2,5 per 10.000 penduduk. Tetapi masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020, prevalensi Kusta turun menjadi 1,7 per 10.000 penduduk.

Penurunannya menurut Bapak Komarudin karena faktor penyebab aktivitas teman-teman di Puskesmas yang dibatasi, sehingga tidak semua yang direncanakan dapat dilaksanakan sehingga penemuan kasus Kusta berkurang.

Beda dengan di daerah Jawa. Menurut bapak DR. Rohman Budijanto bahwa dari data statistik di Jawa Timur khususnya, termasuk daerah yang tereliminasi Kusta, jadi sudah bebas dari Kusta.

Secara Nasional tinggal 8 provinsi yang masih ada Kusta sekitar 10.000 jumlah kasus baru pada tahun 2000 saat mulai pandemi. Kasus yang eksisting sekitar 16.000.

“Meskipun begitu, penting untuk tetap memperhatikan mereka sekalipun kita ini juga sedang dirundung Covid-19. Memang jumlahnya tidak terlalu besar tetapi sekecil apapun itu mereka manusia dan warga Negara Republik Indonesia,” ujar Bapak Komarudin menambahkan.

Menurut bapak Komarudin, saat itu pertengahan bulan Maret 2020 sedang melaksanakan obat pencegahan Kusta, tapi WHO mengumumkan Pandemi Covid-19 yang disusul dengan surat edaran oleh Kementrian Kesehatan bahwa kegiatan yang mengumpulkan masyarakat dilarang. Dari situlah terhambat pemberantasan Kusta.

Adapun solusi, tantangan dan hambatan di tengah pandemi untuk memberantas Kusta di Kab. Bone, menurut bapak Komarudin, tidak ada perubahan. Setiap penderita kusta tetap diobati dengan pemeriksaan fungsi sarafnya untuk mencegah cacat dengan mematuhi protokol kesehatan.

Untuk memberantas Kusta di Kab. Bone ada yang menarik bagi bapak Kamaruddin. Yaitu ungkapan dalam bahasa Bugis. “Ia tutu, ia salama. Ia capa, ia celaka”. Artinya siapa yang waspada, dia selamat. Barang siapa yang lalai, dia celaka. Saya langsung paham ungkapan ini karena orangtua saya berasal dari daerah Sulawesi juga. Hehehe.

Saat ini program Penanganan Kusta tetap berjalan di tengah pandemi. Karena apabila dihentikan maka dikhawatirkan akan terjadi penularan yang meluas kepada masyarakat.

Karena itu program ini melibatkan petugas kesehatan untuk melakukan pendataan kepada warga masyarakat yang mengalami bercak-bercak. Selanjutnya ditindak lanjuti oleh petugas Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Selain tenaga kesehatan, juga melibatkan kader yang ada di desa, baik yang sudah terlatih Kusta maupun yang tidak terlatih Kusta.

Tugas mereka pun untuk melakukan penyuluhan di desa-desa ataupun di sekolah-sekolah bagaimana cara memberikan penyuluhan tentang Kusta dengan singkat dan memberikan edukasi untuk masyarakat.

Dinas Kesehatan Kab. Bone kata bapak Komarudin, berupaya mendeteksi gejala Kusta. Bukan hanya tanda-tanda Kusta yang dicari.

“Jika mencari tanda-tanda maka kita akan susah menemukannya karena tidak ada orang yang mau dikatakan penyakit Kusta. Yang dicari adalah kelainan kulit seperti paru, kurap, alergi. Lalu, dilakukan pemeriksaan, kemudian setelah sudah ada hasilnya baru diagnosanya, apa itu Kusta atau bukan,” kata bapak Komarudin.

Menurut bapak Komarudin, salah satu potensi penularan dari penderita Kusta adalah orang yang terdekat seperti keluarga, tetangga, dan lingkungannya.

Jika sistem daya tahan tubuh seseorang kuat maka orang tersebut jika tinggal dengan serumah yang menderita Kusta juga, dia tidak akan tertular.

Hasil penelitian yang sudah dilakukan menurut bapak Komarudin, diantara 100 orang yang bergaul dengan penderita Kusta, kemudian di evaluasi, 95 persen orang yang kebal terhadap kuman Kusta. 5 persen orang belum memerhatikan masalah pengobatan.

Ketika orang tersebut tidak berobat atau terlambat berobat, maka berpotensi untuk menularkan kepada orang lain.

 

Pencegahan Kecacatan Akibat Kusta

Menurut bapak Komarudin, untuk mencegah kecacatan akibat penyakit Kusta, adalah melakukan pemeriksaan terhadap tangan, mata dan kaki. Apakah penglihatannya kabur, apakah telapak tangan dan telapak kaki mengalami mati rasa. Secepatnya ditindaklanjuti dengan pengobatan maupun perawatan diri.

Contoh jika penderita Kusta terkena cacat dengan luka pada telapak kaki, bisa melakukan perawatan diri dengan cara merendam kakinya yang luka di air biasa menggunakan baskom. Kemudian ditipiskan pinggiran dari luka tersebut, lalu dioles dan dibalur.

Atau langsung dengan melakukan pemeriksaan rutin ke Puskesmas bagi yang masih berobat Kusta untuk melakukan monitoring.

 

Memberdayakan Penyandang Disibilitas

Bapak DR. Rohman Budijanto SH MH (Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP Lembaga Nirlaba Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah, berbagi pengalaman tentang penanganan isu tentang kusta dan disabilitas.

Beliau mengatakan bahwa di Jawa Pos sendiri mengenai isu inklusifitas tersebut pernah spesifik menjadi kampanye yang ditonjolkan tetapi secara intrinsik sejak jauh sebelumnya, UU Disabilitas disahkan sudah tidak mendiskriminasi teman-teman yang difabel dalam rekrutmen tenaga kerja.

Menurut bapak DR. Rohman Budijanto, masyarakat yang inklusif dapat diartikan sebagai masyarakat yang mampu menerima berbagai bentuk keberagaman dan keberbedaan. Artinya, penyandang disabilitas harus diberi penghormatan dan penghargaan serta tidak diperlakukan secara diskriminatif atau semena-mena. Gitu teman-teman.

Dalam penerimaan karyawan, misalnya, kata bapak Rohman, karyawan disabilitas karena Kusta di Jawa Pos, tidak pernah menanyakan kondisi fisiknya. Diukur dari segi kompetensi dan bisa bekerja sesuai dengan posisi yang diinginkan.

Misalnya orang yang matanya hanya satu tapi bisa me-layout karena masih busa melihat secara visual. Kemudian, disabilitas Clave atau yang disebut bibir sumbing telah menjadi editor yang sangat kompeten di Jawa Pos.

Lalu, ada disabilitas Mualaf yang artinya tidak lahir dengan difabel tetapi karena mengalami kecelakaan sehingga menjadi difabel. Kakinya tidak berfungsi tetapi tangannya baik-baik saja sehingga direkrutemn menjadi layout man yang berkompeten. Ada juga disabilitas Parve atau yang disebut dengan cebol atau pendek telah menjadi editor bahasa yang brilliant.

Bapak DR. Rohman Budijanto juga menambahkan bahwa dalam rekrutmen kerja di Jawa Pos, tidak dibedakan antara karyawan nondisabilitas dan karyawan disabilitas. Karena di Jawa Pos yang dilihat adalah siapa yang memenuhi kualifikasi bahasa, layout, jurnalis, dsb, silahkan mendaftar dan dari situlah diuji kompetensinya.

Kewaspadaan terhadap penyakit kusta memang mesti ditingkatkan. Tapi, jangan menjauhi penderitanya ya. Cukup untuk tidak bersentuhan kulit dan gunakan masker apabila kontak dengan penderita. Selain itu, jangan lupa untuk menjaga kebersihan seperti cuci tangan setelah melakukan kontak dengan penderita penyakit kusta.

Apalagi jika para penderita kusta yang sudah sembuh. Tidak usah menjauh karena mereka tidak ada masalah. Jadi tidak ada alasan untuk mengucilkan dan tidak boleh menjauhinya.

Jadi, jangan takut. Kalau was-was malah bisa sakit sendiri. Sama kalau kita melihat orang gatal-gatal, kita takut tertular tapi malah merasa gatal sendiri. Hilangkan lah stigma negatif kalian ke teman-teman kita yang mengidap Kusta.

Teman-teman masih takut dan enggak mau berurusan dengan penderita kusta? Sebelum mendiskriminasi, baca dulu ya tulisan saya ini ya. Semoga bermanfaat. Terima kasih 😇🙏🏻

You may also like

11 comments

Darul Irsyad 4 Juni 2021 - 20:21

Sangat membantu, makasih infonya kak.

Reply
Darul Irsyad 4 Juni 2021 - 20:23

Waah, infonya sangat bermanfaat. Makasih kak

Reply
Indri Isharyanti 25 Juli 2021 - 22:09

Edukasi semacam ini memang penting banget ya agar stigma masyarakat terhadap kusta tidak terus menerus negatif, semoga makin banyak yg aware dan tidak mengucilkan

Reply
Mpo Ratne 25 Juli 2021 - 23:40

Masyarakat jadi kenal dan tahu siapa wasor dan perannya. Wasor jembatan komunikasi penderita kusta dan warga

Reply
Fifi SHN 26 Juli 2021 - 08:44

Benar sekali kak. Peran wasor sangat penting. Mereka adalah bagian dari masyarakat juga tetapi untuk menangani kusta di lapangan, bukan di rumah karena bukan bagian dari tenaga kesehatan formal, yang sudah dilatih. Terima kasih ya kak sudah berkunjung ke tulisan saya 🙏🏻

Reply
Fanni Dwi Abriyanti 26 Juli 2021 - 06:50

Wahhh aku baru tau nih jika Indonesia termasuk dalam negara ketiga terbesar penderita kusta…jd banyak tau info seputar Lusta ini..thanks mbak

Reply
Fifi SHN 26 Juli 2021 - 08:41

Iya kak. Terima kasih kembali kak. Semoga tulisan saya bisa bermanfaat ya kak 🙏🏻

Reply
Fenni Bungsu 26 Juli 2021 - 07:24

Semoga penanggulangan kusta di berbagai daerah terus memperlihatkan perubahan yang baik, agar negeri kita bebas dari kusta. Tetap jaga kesehatan dan kebersihan selalu

Reply
Fifi SHN 26 Juli 2021 - 08:39

Amin Ya Allah. Terima kasih ya kak. Salam sehat ya kak.

Reply
Nuning 26 Juli 2021 - 10:42

Kusta masih permasalahan terbesar di Indonesia, sayangnya justru stigma masyarakat yang menjadi kendala terbesar. Semoga peran sektor ekonomi seperti yang dilakukan Jawa Pos bisa di tiru oleh perusahan – perusahaan lainnya agar mereka bisa mendapatkan haknya yang sama

Reply
Fifi SHN 23 Februari 2022 - 13:10

Iya kak betul. Semoga stigma masyarakat terhadap penderita kusta dapat dihilangkan dengan mengubah pandangan masyarakat terhadap penderita penyakit kusta.

Reply

Tinggalkan Balasan ke Fenni Bungsu Cancel Reply